Pajak Ekonomi Indonesia dalam Sektor Cukai dan Bea Masuk

Pajak ialah iuran atau kewajiban masyarakat Indonesia kepada pemerintah seperti yang telah tertuang dalam undang-undang yang tujuannya adalah untuk kesejahteraan umum mayarakat Indonesia. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Contohnya adalah penerimaan pajak Indonesia adalah pada tahun 2006 (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak) adalah target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp 362 trilyun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp 325 trilyun dari pajak dan Rp 37 trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.

Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006 mencapai Rp.402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
* Pajak Penghasilan (PPh) Rp.198,22 triliun
* Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp.126,76 triliun
* Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp.15,67 triliun
* Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp.5,06 triliun
* penerimaan pajak lainnya Rp.2,76 triliun.

Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp.36,1 triliun, bea masuk Rp.17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp.398,1 miliar. Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai 1.040 triliun.

Yang akan saya tambahkan disini adalah pada pajak cukai dan bea masuk dimana seperti yang kita tahu pada tantangan globalisasi yang akan datang tidak ada lagi pajak cukai, pungutan-pungutan pada barang-barang impor sehingga barang-barang impor dapat keluar masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah. Tentunya karena tidak dikenakan pajak. Seperti yang kita tahu pula masyarakat Indonesia lebih bnyak menyukai barang-barang luar negeri dikarenakan kualitas yang unggul dari barang-barang produk Indonesia dan ada pula sebagian masyarakat yang menginginkan prestise dari barang-barang impor. Namun tidak semua barang-barang produk Indonesia yang tidak kalah unggul kualitas dari barang impor.

Dengan adanya hal ini tidak pelak dapat kita hindari kalau industri dan perdagangan Indonesia dapat tersaingi oleh barang-barang impor tersebut. Maka dari saat ini hendaknya pemerintah mulai memperbaikki kondisi perindustrian dan perdagangan Indonesia.

Seperti yang saya kutip (sumber : http://www.pajakindonesia.com/detail_berita.php?&idb=B01199) dikatakan bahwa pemerintah perlu memberikan insentif pajak kepada industri dalam negri seperti yang dikatakan oleh Bacharuddin Jusuf Habibie yang mengharapkan pemerintah memberikan insentif pajak bagi industri dalam negeri yang mengembangkan produk baru, guna memperkuat produk domestik dan mengamankan pasar di Indonesia.
Habibie juga mengatakan perlu dibuat undang-undang yang menegaskan fungsi dewan standardisasi nasional yang berorientasi pasar domestik, arus perdagangan bilateral dan multinasional.

"Perusahaan yang mengembangkan produk baru dan riset perlu diberi insentif pajak," kata Habibie dalam acara silahturahmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia hari ini.
Upaya mengamankan pasar domestik, jelasnya, penting dilakukan karena menjadi penggerak ketersediaan lapangan kerja.
Pentingnya kekuatan pasar domestik, lanjutnya, mesti diantisipasi dengan pelaksanaan riset dan teknologi secara serius.